Pantai Metawar terletak di Desa Ujungwatu Kecamatan Donorojo Kabupaten Jepara. Pantai Metawar dekat dengan lokasi Benteng Portugis.
Pantai Metawar sangat indah dan masih asri dan alami. Dipantai ini kita bisa melihat pemandangan laut jawa dan Pulau Mandalika. Pantai Metawar konon tempat ketika Ki Sura Gotho menjadi Yuyu Gotho dan Dewi Wiji menjadi Ular Lempe.
Ceritanya:
Dahulu kala ketika Agama Islam mulai disiarkan oleh para wali sanga, dan
dilanjutkan oleh para santrinya, tersebarlah Islam sampai ke wilayah
Utara Pulau Jawa,termasuk di wilatah kita Jepara.
Sunan Muria punya banyak santri yang mumpuni dan handal. Tidak hanya
mumpuni dalam hal-hal keagamaan saja,bahkan sampai olah kanuragan dan
kekebalan tubuhpun mereka punya. Termasuk Ki Gede Bangsri, Ki Banjar, Ki
Jenggot dan juga Ki Sura Gotho yang berasal dari wilayah Jepara sebelah
Utara. Mereka hidup rukun saling mengunjungi,tolong menolong dan
bekerja sama dalam berdakwah agama.
Seperti yang lain Sura Gotho juga bersilaturrahmi ke rumah saudaranya Ki
Gede Bangsri. Namun hari itu sial karena Ki gedhe Bangsri sedang tidak
ada di rumah, agaknya sedang bepergian dengan isterinya. Yang ada di
rumah hanyalah anak putrinya yang sudah beranjak dewasa dan juga sangat
cantik bernama Dewi Wiji.
Sebagai anak yang dididik taat beragama, Dewi Wiji menaruh hormat kepada
Ki Sura Gotho, sebagai tamu ayahnya. Disuguh minuman makanan seadanya
dengan penuh sopan santun, dan muka yang ramah. Namun perlakuan seperti
itu ditanggapi lain oleh Ki Sura Gotho. Dia terkesima melihat kecantikan
dan kelembutan tingkah laku Dewi Wiji. Mata dan hatinya sudah mulai
dirasuki nafsu setan. Dia tidak mengira kalau Ki Gede Bangsri punya anak
secantik Dewi Wiji.
Sifat dan perangai Sura Gotho memang banyak yang berlawanan dengan
santri-santri Sunan Muria yang lain. Dia sering melanggar aturan aturan
yang berlaku di pesantren. Sifat dan kebiasaan itu masih terbawa sampai
dia keluar dari pesantren Muria. Dan kali ini dia dihadapkan dengan
kecantikan Dewi Wiji yang sangat menggoda hati lelakinya. Maka dengan
tanpa basa - basi dia meminta kesediaan Dewi Wiji untuk dipersunting
menjadi isterinya.
Betapa takut dan risau hati Dewi Wiji setelah mendengar permintaan Ki
Sura Gotho, yang dianggap sebagai pamannya sendiri itu. Pasti dia tolak
dengan kalimat yang halus. Namun Ki Sura Gotho tetap memaksa kesediaan
Dewi Wiji untuk mengabulkan permintaan itu.Semakin dia tolak semakin
keras Ki Sura Gotho memaksakan kehendaknya. Bujuk rayu dan iming-iming
berupa harta dan perhiasan tidak bisa meluluhkan hati Dewi Wiji.
Untuk meredakan suasana yang gawat itu Dewi Wiji minta ijin pura-pura ke
dapur untuk mengambilkan minuman. Namun sebenarnya dengan
sembunyi-sembunyi dia menyelinap kabur dari rumah, lari kearah Timur
melalui pekarangan dan semak belukar. Kala itu memang rumah penduduk
masih jarang, sehingga agak jauh ia berlari baru menemukan sebuah rumah.
Rumah itu milik tukang celup pakaian. Kebanyakan orang menyebut tukang
wedel. Karena tidak ada tempat perlindungan lain maka Dewi Wiji minta
ijin untuk bersembunyi di situ untuk beberapa saat dari kejaran Ki Sura
Gotho.
Bukan Ki Sura Gotho kalau mudah ditipu seperti itu.Dia sudah melihat
gelagat dari raut muka Dewi Wiji yang akan melarikan diri. Dengan tenang
dia amati ke mana arah larinya Dewi Wiji. Dia berpikir semakin jauh
dari rumahnya maka kehendaknya semakin mudah terlaksana. Karena dia
yakin pasti bisa menangkapnya, seberapa jauh larinya seorang perempuan.
Setelah sampai di rumah tukang wedel, Sura Gotho mendobrak pintunya. Sekali saja ambrol dan keluarlah si
tuan rumah dengan marah-marah. Sebagai seorang yang dimintai
perlindungan maka tukang wedel tidak mengaku kalau menyembunyikan Dewi
Wiji di rumahnya. Perang mulutpun terjadi dan akhirnya berkelanjutan
perang yang sesungguhnya. Perang yang tidak seimbang. Tukang Wedel gugur
membela kebenaran. Sampai sekarang desa itu disebut Desa Wedelan.
Ketika perselisihan terjadi,Dewi Wiji sudah tidak ada harapan lagi untuk selamat. Tetapi manusia beragama
tidak boleh putus asa. Dewi Wiji terus berlari dan terus berlari.
Melalui sawah menyeberang sungai,hutan rimba dan semak yang berduri.
Akhirnya bertemu dengan perempuan setengah baya penjual kembang kanthil.
Dia menceritakan pelariannya dari kejaran Ki Sura Gotho. Maka
secepatnya Dewi wiji disembunyikan di sebuah tempat yang aman. Sementara
Dewi Wiji merasa tenang.
Namun apa dikata, Penjual kembang adalah seorang perempuan biasa. Sekuat
dan seteguh apapun kekuatan seorang wanita pasti tidak kuat siksaan dan
penganiayaan Ki Sura Gotho. Akhirnya terpaksa menunjukkan tempat
persembunyian Dewi Wiji. Dasar Ki Sura Gotho yang sudah mata gelap
membabi buta,
penjual kembang yang sudah mau menunjukkan tempat persembunyian Dewi
wiji pun dibunuh dengan sadisnya. Penjual Kembang gugur sebagai pembela
kebenaran. Sampai sekarang desa tempat terjadinya peristiwa itu disebut
desa Kembang yang sekarang menjadi sebuah Kecamatan.
Dewi Wiji memang wanita yang gigih memegang pendirian, dia wanita yang
tidah mudah putus asa. Ketika Ki Sura Gotho mencium jejak
persembunyiannya dia sudah melarikan diri. Setelah melalui beberapa
rintangan dan hambatan sampailah dia di rumah seseorang yang dituju
yaitu Ki Ageng Jenggot. Tokoh ini masih kerabat dan juga saudara
seperguruan dengan ayahnya, Ki Gede Bangsri. Artinya juga saudara
seperguruan dengan Ki Sura Gotho. Kepada orang inilah Dewi Wiji yakin
dan percaya pasti bisa mengalahkan dan menyadarkan Ki Sura Gotho dari
kemungkarannya. Dewi Wiji bisa bernafas lega, dia dipersilakan istirahat
di pesanggrahan belakang biarlah nanti ki Ageng Jnggot yang menghadapi
segala permasalahan.
Tidak lama dari kedatangan Dewi Wiji, Sura Gotho pun datang. Ki Ageng
Jenggot tidak berbasa-basi lagi. Dia katakan terus terang bahwa Dewi
Wiji keponakannya ada di sini. Dia meminta Ki Sura Gotho untuk
mengurungkan niatnya. Karena hal itu tabu dan tidak pantas dilakukan.
Masih banyak pesan dan nasihat Ki Ageng Jenggot kepada Ki Sura Gotho.
Layaknya seorang kakak menasehati adiknya.
Namun bagaimana tanggapan Ki Sura Gotho? Hati dan pikirannya sudah
tertutup rapat dengan segala nasihat. Tanpa punya rasa segan dan malu
kepada saudara tuanya dia tetap nekad ingin memperisteri Dewi Wiji.
Boleh atau tidak Dewi Wiji akan diminta. Maka terjadilah perdebatan
sengit dan selanjutnya bisa ditebak yaitu adu kekuatan. Dengan senyum
pahit terpaksa Ki Ageng Jenggot melayani tantangan Sura Gotho. Setelah
berlangsung beberapa jurus Sura Gotho terdesak dan dapat dirobohkan oleh
Ki Ageng Jenggot. Memang ilmu kanuragan yang dipunyai, setingkat di
atas kemampuan Ki Sura Gotho. Sura Gotho menyerah.
Menyerahnya Sura Gotho ternyata hanya tipu daya seorang pecundang yang
penuh dengan kelicikan. Ketika dilepas dari cengkeraman tangan Ki Ageng
Jenggot dia mengambil sebuah benda dari balik ikat pinggangnya. Setelah
ditunjukkan terkejutlah Ki Ageng Jenggot. Ternyata yang ditunjukkan
adalah benda sejenis gada kuningan. Itu adalah pusaka andalan kasunanan
Muria yang disebut Guling Muria. Ampuhnya luar biasa. Dan tanpa membuang
kesempatan dipukulkanlah senjata itu tepat di tengah kepala Ki Ageng
Jenggot. Seketika itu juga Ki Ageng Jenggot gugur membela kebenaran.
Sampai sekarang desa tempat kejadian tersebut terkenal dengan nama desa
Jenggotan.
Dengan gugurnya Ki Ageng Jenggot, maka sudah tidak ada rintangan lagi.
Dengan paksa Dewi Wiji digelandang dibawa lari oleh Ki Sura Gotho ke
tempat tinggalnya Mandalika. Tidak diceritakan selama dalam perjalanan.
Berita tentang diculiknya Dewi Wiji telah terdengar oleh Ki Gedhe
Bangsri, yang ternyata sedang sowan di kasunanan Muria. Kanjeng Sunan
Muria yang waktu itu sedang menerima tamu istimewa dari negeri Tiongkok
merasa prihatin atas musibah itu. Ternyata hilangnya Pusaka Kasunanan
yang disebut Guling Muria dicuri oleh Ki Sura Gotho si angkara murka.
Siapa tamu istimewa dari Tiongkok itu? Dia adalah Sam Pho Kong yang
terkenal dalam sejarah. Dia mau berguru tentang Islam kepada Sunan
Muria. Untuk imbalannya Sam Pho Kong bisa memberikan jalan keluar untuk
mengatasi Sura Gotho. Sura Gotho harus mati karena sangat membahayakan
bagi ketenteraman orang lain dengan pusaka ampuh di tangannya.
Kepada Ki Gede Bangsri diberikanlah sebotol kecil serbuk racun yang
sangat mujarab. Entah bagaimana caranya serbuk racun itu bisa terminum
oleh Ki Sura Gotho. Maka tidak menunggu waktu Ki Gede Bangsri secepatnya
minta pamit.
Setelah Dewi Wiji ada dibawah cengkeramannya Sura Gotho tidak segera
pulang ke Mandalika. Dia merayakan kemenangannya dengan bersenang-senang
bersama kawan-kawanya di
Pantai Metawar. Karena teriknya panas maka Ki
Sura Gotho kehausan. Dia membeli dawet. Kebetulan di sekitar pantai ada
penjual dawet. Konon setelah puas meminum dawet terasa panas sekujur
tubuhnya. Ternyata racun Sam Pho Kong telah berhasil diselundupkan
melalui telik sandi yang ditugaskan membawanya.
Karena tidak tahan menahan panasnya racun yang merasuk ke tubuhnya Sura
Gotho berguling-guling kian kemari lalu menceburkan diri ke dalam laut.
Dan terjadilah keajaiban. Tubuh Ki Sura Gotho seketika berubah menjadi
kepiting raksasa yang berbulu lebat. Terdengarlah pekik yang mengerikan
yang isinya sebuah ancaman, manakala Dewi Wiji tidak diceburkan ke laut
sebagai tebusan pengorbanan maka rakyat di sekitar daerah Metawar akan
menjadi mangsanya sepanjang masa.
Ki Ageng Bangsri minta pertimbangan kepada Sunan Muria. Setelah itu
Sunan Muria menyarankan putri Ki Ageng Bangsri Dewi Wiji dikorbankan. Karena diperintah Sunan Muria dan Dewi Wiji sendiri mendengar ancaman mengerikan itu maka Dewi Wiji yang sudah hancur luluh
hatinya merelakan tubuhnya sebagai tumbal keangkaramurkaan Ki Sura
Gotho. Dia ikhlas berkorban demi keselamatan rakyat nelayan yang tidak
berdosa. Tanpa ragu-ragu Dewi Wiji menceburkan diri ke dalam laut.
Keajaibanpun terjadi. Seketika itu tubuh Dewi Wiji berubah menjadi ular
lempe.
Konon cerita kepiting berbulu lebat itu disebut Yuyu Gotho yang sangat
beracun, dan siapapun yang terkena racun Yuyu Gotho tidak akan bisa
sembuh kecuali dengan penawarnya, yaitu ular laut yang namanya Ular
Lempe. Sampai sekarang terdapat cerita rakyat jika ada orang digigit ular lempe
obatnya yuyu gotho ditumbuk lembut dioleskan, sebaliknya jika digigit Yuyu Gotho maka obatnya darah ular lempe. Ular lempe dilaut ukurannya
kecil di sekitar pulau Mandalika. Ular tersebut kecil sebesar kelingking
bisa menggigit. Yuyu Gotho yang ada dilaut tetapi berbulu dan warnanya
hitam da yuyu tersebut beracun. Yuyu ini beracun dan dijadikan bubuk
kopi yang dapat digunakan untuk meracun orang. Racun yuyu ini sangat
ganas. Jika bubuk kopi diletakkan dibawah gelas saja dapat meracuni air
di dalam gelasnya.
Bagi kalian yang singgah di air terjun ini, please cukup menikmati saja,
jangan mengambil sesuatu kecuali gambar, dan jangan tinggalkan apapun dimanapun kalian berkunjung kecuali jejak kaki di tanah. Kamu
gak nambah ganteng atau cantik dengan meninggalkan tulisan nama di
batuan. Kamu gak akan nambah populer dengan nulis nama kota nama genk mu
dan nama pacar kamu. Jadilah penikmat alam yang bijak, bawalah sampah
kalian pulang. Tukang corat-coret (vandalism) itu norak ya..!